Minggu, 30 November 2014

Semaun adalah seorang tokoh perjuangan Kemerdekaan Indonesia yang lahir di Curahmalang, kecamatan Sumobito, termasuk dalam kawedanan Mojoagung, kabupaten Jombang, Jawa Timur sekitar tahun 1899. Semaun adalah anak Prawiroatmodjo, pegawai rendahan, tepatnya tukang batu, di jawatan kereta api di Surabaya yang secara ekonomi menempatkannya pada golongan masyarakat kurang mampu dan tereksploitasi. Karena mereka hanya dijadikan tenaga kerja murah. Dalam stratifikasi masyarakat di Hindia Belanda khususnya Jawa Timur, keluarga Semaun masuk dalam kalangan Islam abangan yang dalam pergaulan sehari-hari termarginalisasi secara sosial. Secara politis, keluarga Semaun tidak masuk hitungan, kecuali dalam kerangka kepentingan politik penguasa dalam mencapai tujuannya.

Dalam bidang pendidikan, Semaun dapat meraihnya walaupun dalam keterbatasan. Meskipun bukan anak orang kaya maupun priayi, pada usia tujuh tahun Semaoen berhasil masuk ke sekolah Tweede Klas (sekolah bumiputra kelas dua) dan memperoleh pendidikan tambahan bahasa Belanda dengan mengikuti semacam kursus sore hari., Setelah menamatkan pendidikannya di sekolah Hollands Inlandsche School (HIS) ia tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Pada tahun 1912, Semaun mengikuti ujian untuk menjadi pegawai Pamong Praja Rendah dan berhasil memperoleh sertifikat Klein Abtenaar. Ia kemudian bekerja di Staatsspoor (SS) Surabaya setelah dinyatakan berhasil menempuh ujian “Pengetahoean Oemoem” (Algemeene Outwikelling) dan ujian Stationscommies. Dia bekerja di Staatsspoor (SS) Surabaya sebagai juru tulis rendahan.

Pada usia 14 tahun Semaun masuk dalam Central Sarekat Islam (CSI). Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya. Setahun kemudian, tahun 1915, bertemu dengan Sneevliet dan diajak masuk ke Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV), organisasi sosial demokrat Hindia Belanda afdeeling Surabaya yang didirikan Sneevliet. Ia juga bergabung di organisasi Vereeniging voor Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP), serikat buruh kereta api dan trem afdeeling Surabaya. Pekerjaan di Staatsspoor akhirnya ditinggalkannya pada tahun 1916 sejalan dengan kepindahannya ke Semarang karena diangkat menjadi propagandis VSTP yang digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik, terutama dalam membaca dan mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas pengetahuan dengan belajar sendiri, hubungan yang cukup dekat dengan Sneevliet, merupakan faktor-faktor penting mengapa Semaoen dapat menempati posisi penting di kedua organisasi Belanda itu.

Di Semarang, ia kemudian menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang. Semaoen adalah figur termuda dalam organisasi. Pada tahun belasan itu, ia dikenal sebagai jurnalis yang andal dan cerdas. Ia juga memiliki kejelian yang sering dipakai sebagai senjata ampuh dalam menyerang kebijakan-kebijakan kolonial.

Tanggal 6 Mei 1917, Semaun terpilih menjadi ketua SI Semarang. Semaun sangat menolak pembentukan Volksraad dan Indie Weerbaar. Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Pemogokan terbesar dan sangat berhasil di awal tahun 1918 dilancarkan 300 pekerja industri furnitur. Tahun 1919 Semuan terpilih sebagai ketua Peratuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB). Pada tahun 1920, terjadi lagi pemogokan besar-besaran di kalangan buruh industri cetak yang melibatkan SI Semarang. Pemogokan ini berhasil memaksa majikan untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dan uang makan 10 persen.

PKI dan Semaun

Sejak dikeluarkan dari Central Sarikat Islam (CSI), Semaun mula berkonsentrasi pada Partai Komunis Indonesia, Semaun juga membawa PKI bergabung dengan Comintern yang bekerjasama dengan Negara-negara yang berfaham komunis. Otomatis Semaun menjabat Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI).

Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.

PKI menegaskan dirinya sebagai sebuah partai yang mampu untuk mempersatukan rakyat, baik muslim maupun bukan muslim. Komunis tidak membiarkan adanya perbedaan-perbedaan nasib dalam hal pangkat dan bangsa serta menentang segala bentuk kelas-kelas manusia. PKI sangat gencar dalam mengkampanyekan semboyan
sama rasa sama rata.

PKI pada awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan paham akhirnya membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921. Pada akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.



Kesadaran nasional tertanam dalam diri Semaun seiring dengan realitas yang ada di Hindia, di mana rakyat kecil selalu menjadi korban kaum penguasa dalam hal ini pemerintah dan kaum kapitalis. Sebagai wujud dari kepedulian Semaun ini, maka Semaun menulis artikel-artikel yang berisi ajakan kepada tokoh pergerakan dan rakyat untuk sama-sama memperjuangkan hak-hak rakyat kecil dan juga kaum buruh serta mengkritik berbagai kebijakan pemerintah kolonial yang berkaitan dengan masalah perkebunan dan masalah Volksraad. Semaun juga aktif mengkoordinir berbagai aksi pemogokan terutama di daerah Semarang dan sekitarnya.

Semaoen juga seorang yang padat dalam berkarya. Kebanyakan karyanya ditulis di dalam surat kabar beraliran kiri. Pemikiran Semaoen dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni oleh Sneevliet dan agama Islam walau sempat dalam karyanya ia memprotes pemikiran pribumi yang terlalu percaya akan kegaiban yang akan mengatur dan menyelamatkan mereka. Di antara karya-karya Semaoen adalah Penuntun Kaum Buruh yang dibuat untuk para anggota Partai Komunis Indonesia, Hikayat Kadiroen yang menceritakan seorang priyayi Marxis yang sangat peduli kepada rakyatnya dan Berbareng Bergerak.

Dalam pergerakan, ia menerima paham Marx tentang protes sosial kepada pemerintahan Hindia Belanda. Ia menganggap bahwa Pemerintah telah membiarkan warga pribumi terjatuh dalam kemiskinan karena usaha kapitalisasi di Indonesia terutama di Jawa. Ia berharap bahwa suatu hari nanti akan ada suatu keadaan mirip dengan Jawa Kuno yang membiarkan warganya hidup dengan apa yang ia inginkan. Dan hal itu hanya akan terjadi jika pemerintahan Soviet hadir di antara mereka.


Pada tahun 1923, VSTP merencanakan demonstrasi besar-besaran dan langsung dihentikan oleh pemerintah kolonial Belanda, dan setelah itu Semaun diasingkan ke Belanda. Semaun ditangkap dan diberangkatkan ke Belanda pada tanggal 18 Agustus 1923 dengan menggunakan kapal S.S. Koningin der Nederlanden.

Selama masa pengasingannya dia kembali ke Uni Sovyet, di mana dia tinggal disana lebih dari 30 tahun. Pada masa itu dia tetap menjadi aktivis tapi hanya dalam aksi-aksi terbatas, berbicara beberapa kali di Perhimpunan Indonesia, organisasi mahasiswa di Belanda pada masa itu. Dia juga sempat belajar di Universitas Tashkent untuk beberapa waktu.

Selama pembuangan ke Eropa, Semaoen aktif di Executive Committee of the Comintern International (ECCI), Komite Eksekutif Komunis Internasional. Namun sayang sekali jika dalam usahanya tersebut dengan tokoh-tokoh timur lain seperti Tan Malaka, Darsono atau Alimin tidak digubris dengan baik. Dewan Komitern lebih cenderung tertarik bagaimana memerahkan Eropa ketimbang membantu pergerakan di Asia, seperti di India atau Indonesia yang saat itu menjadi salah satu corong utama pergerakan di kawasanya masing-masing. Setelah beberapa tahun tinggal di Belanda, Semaoen lalu menetap di Uni Soviet dan menjadi warga negara di sana. Ia pernah bekerja sebagai pengajar bahasa Indonesia dan penyiar berbahasa Indonesia pada radio Moscow. Puncak "kariernya" adalah ketika diangkat oleh Stalin menjadi pimpinan Badan Perancang Negara (Gozplan) di Tajikistan.


Setelah masa pengasingannya dia kembali ke Indonesia, dan pindah ke Jakarta. Kepulangan Semaoen ke Indonesia pada tahun 1953 merupakan inisiatif Iwa Kusumasumantri. Semaoen, Iwa, dan Sekjen Partai Komunis Iran mengawini tiga putri kakak-adik yang saat itu bekerja dalam Comintern. Saat kembali ke Indonesia dalam usia setengah abad lebih, Semaoen telah terputus dari PKI, partai yang ia dirikan. Dari tahun 1959 sampai dengan tahun 1961 dia bekerja sebagai pegawai pemerintah. Dia juga mengajar mata kuliah ekonomi di Universitas Padjadjaran, Bandung. Beliau wafat tahun 1971.
 
 source: http://aw-nashruddin.blogspot.com/2012/03/semaun.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar