Dalam bidang pendidikan, Semaun dapat meraihnya walaupun dalam keterbatasan. Meskipun bukan anak orang kaya maupun priayi, pada usia tujuh tahun Semaoen berhasil masuk ke sekolah Tweede Klas (sekolah bumiputra kelas dua) dan memperoleh pendidikan tambahan bahasa Belanda dengan mengikuti semacam kursus sore hari., Setelah menamatkan pendidikannya di sekolah Hollands Inlandsche School (HIS) ia tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Pada tahun 1912, Semaun mengikuti ujian untuk menjadi pegawai Pamong Praja Rendah dan berhasil memperoleh sertifikat Klein Abtenaar. Ia kemudian bekerja di Staatsspoor (SS) Surabaya setelah dinyatakan berhasil menempuh ujian “Pengetahoean Oemoem” (Algemeene Outwikelling) dan ujian Stationscommies. Dia bekerja di Staatsspoor (SS) Surabaya sebagai juru tulis rendahan.
Pada usia 14 tahun Semaun masuk dalam Central Sarekat Islam (CSI). Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya. Setahun kemudian, tahun 1915, bertemu dengan Sneevliet dan diajak masuk ke Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV), organisasi sosial demokrat Hindia Belanda afdeeling Surabaya yang didirikan Sneevliet. Ia juga bergabung di organisasi Vereeniging voor Spoor-en Tramwegpersoneel (VSTP), serikat buruh kereta api dan trem afdeeling
Surabaya. Pekerjaan di Staatsspoor akhirnya ditinggalkannya pada tahun
1916 sejalan dengan kepindahannya ke Semarang karena diangkat menjadi
propagandis VSTP yang digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik,
terutama dalam membaca dan mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas
pengetahuan dengan belajar sendiri, hubungan yang cukup dekat dengan
Sneevliet, merupakan faktor-faktor penting mengapa Semaoen dapat
menempati posisi penting di kedua organisasi Belanda itu.
Di Semarang, ia kemudian
menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu dan Sinar
Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang. Semaoen adalah figur
termuda dalam organisasi. Pada tahun belasan itu, ia dikenal sebagai
jurnalis yang andal dan cerdas. Ia juga memiliki kejelian yang sering
dipakai sebagai senjata ampuh dalam menyerang kebijakan-kebijakan
kolonial.
Tanggal 6 Mei 1917, Semaun terpilih menjadi ketua SI Semarang. Semaun sangat menolak pembentukan Volksraad dan Indie Weerbaar.
Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan
buruh. Pemogokan terbesar dan sangat berhasil di awal tahun 1918
dilancarkan 300 pekerja industri furnitur. Tahun 1919 Semuan terpilih
sebagai ketua Peratuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB). Pada tahun 1920,
terjadi lagi pemogokan besar-besaran di kalangan buruh industri cetak
yang melibatkan SI Semarang. Pemogokan ini berhasil memaksa majikan
untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dan uang makan 10 persen.
PKI dan Semaun
Sejak
dikeluarkan dari Central Sarikat Islam (CSI), Semaun mula
berkonsentrasi pada Partai Komunis Indonesia, Semaun juga membawa PKI
bergabung dengan Comintern yang bekerjasama dengan Negara-negara yang berfaham komunis. Otomatis Semaun menjabat Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI).
Bersama-sama
dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan cita-cita Sneevliet untuk
memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Sikap dan
prinsip komunisme yang dianut Semaoen membuat renggang hubungannya
dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV
menjadi Partai Komunis Hindia. Tujuh bulan kemudian, namanya diubah
menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya.
PKI menegaskan dirinya sebagai sebuah partai yang mampu untuk mempersatukan rakyat, baik muslim maupun bukan muslim. Komunis tidak membiarkan adanya perbedaan-perbedaan nasib dalam hal pangkat dan bangsa serta menentang segala bentuk kelas-kelas manusia. PKI sangat gencar dalam mengkampanyekan semboyan “sama rasa sama rata”.
PKI
pada awalnya adalah bagian dari Sarekat Islam, tapi akibat perbedaan
paham akhirnya membuat kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada
bulan Oktober 1921. Pada akhir tahun itu juga dia meninggalkan Indonesia
untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua
Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan
kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya kembali
di SI tetapi kurang berhasil.
Kesadaran nasional tertanam dalam diri Semaun seiring dengan realitas yang ada di Hindia, di mana
rakyat kecil selalu menjadi korban kaum penguasa dalam hal ini
pemerintah dan kaum kapitalis. Sebagai wujud dari kepedulian Semaun ini,
maka Semaun
menulis artikel-artikel yang berisi ajakan kepada tokoh pergerakan dan
rakyat untuk sama-sama memperjuangkan hak-hak rakyat kecil dan juga kaum
buruh serta mengkritik berbagai kebijakan pemerintah kolonial yang
berkaitan dengan masalah perkebunan dan masalah Volksraad. Semaun juga aktif mengkoordinir berbagai aksi pemogokan terutama di daerah Semarang dan sekitarnya.
Semaoen
juga seorang yang padat dalam berkarya. Kebanyakan karyanya ditulis di
dalam surat kabar beraliran kiri. Pemikiran Semaoen dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yakni oleh Sneevliet dan agama Islam walau sempat dalam
karyanya ia memprotes pemikiran pribumi yang terlalu percaya akan
kegaiban yang akan mengatur dan menyelamatkan mereka. Di antara
karya-karya Semaoen adalah Penuntun Kaum Buruh yang dibuat untuk para
anggota Partai Komunis Indonesia, Hikayat Kadiroen yang menceritakan
seorang priyayi Marxis yang sangat peduli kepada rakyatnya dan Berbareng
Bergerak.
Dalam
pergerakan, ia menerima paham Marx tentang protes sosial kepada
pemerintahan Hindia Belanda. Ia menganggap bahwa Pemerintah telah
membiarkan warga pribumi terjatuh dalam kemiskinan karena usaha
kapitalisasi di Indonesia terutama di Jawa. Ia berharap bahwa suatu hari
nanti akan ada suatu keadaan mirip dengan Jawa Kuno yang membiarkan
warganya hidup dengan apa yang ia inginkan. Dan hal itu hanya akan
terjadi jika pemerintahan Soviet hadir di antara mereka.
Pada
tahun 1923, VSTP merencanakan demonstrasi besar-besaran dan langsung
dihentikan oleh pemerintah kolonial Belanda, dan setelah itu Semaun
diasingkan ke Belanda. Semaun ditangkap dan diberangkatkan ke Belanda
pada tanggal 18 Agustus 1923 dengan menggunakan kapal S.S. Koningin der
Nederlanden.
Selama
masa pengasingannya dia kembali ke Uni Sovyet, di mana dia tinggal
disana lebih dari 30 tahun. Pada masa itu dia tetap menjadi aktivis tapi
hanya dalam aksi-aksi terbatas, berbicara beberapa kali di Perhimpunan
Indonesia, organisasi mahasiswa di Belanda pada masa itu. Dia juga
sempat belajar di Universitas Tashkent untuk beberapa waktu.
Selama pembuangan ke Eropa, Semaoen aktif di Executive Committee of the Comintern International (ECCI),
Komite Eksekutif Komunis Internasional. Namun sayang sekali jika dalam
usahanya tersebut dengan tokoh-tokoh timur lain seperti Tan Malaka,
Darsono atau Alimin tidak digubris dengan baik. Dewan Komitern lebih
cenderung tertarik bagaimana memerahkan Eropa ketimbang membantu
pergerakan di Asia, seperti di India atau Indonesia yang saat itu
menjadi salah satu corong utama pergerakan di kawasanya masing-masing. Setelah
beberapa tahun tinggal di Belanda, Semaoen lalu menetap di Uni Soviet
dan menjadi warga negara di sana. Ia pernah bekerja sebagai pengajar
bahasa Indonesia dan penyiar berbahasa Indonesia pada radio Moscow.
Puncak "kariernya" adalah ketika diangkat oleh Stalin menjadi pimpinan
Badan Perancang Negara (Gozplan) di Tajikistan.
Setelah
masa pengasingannya dia kembali ke Indonesia, dan pindah ke Jakarta.
Kepulangan Semaoen ke Indonesia pada tahun 1953 merupakan inisiatif Iwa
Kusumasumantri. Semaoen, Iwa, dan Sekjen Partai Komunis Iran mengawini
tiga putri kakak-adik yang saat itu bekerja dalam Comintern. Saat
kembali ke Indonesia dalam usia setengah abad lebih, Semaoen telah
terputus dari PKI, partai yang ia dirikan. Dari tahun 1959 sampai dengan
tahun 1961 dia bekerja sebagai pegawai pemerintah. Dia juga mengajar
mata kuliah ekonomi di Universitas Padjadjaran, Bandung. Beliau wafat tahun 1971.
source: http://aw-nashruddin.blogspot.com/2012/03/semaun.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar