Tetapi di masa orde baru terjadi kerusuhan besar pada tanggal 12 September 1984 yang melibatkan massa dengan aparat pemerintah.Peristiwa mengakibatkan sejumlah korban tewas dan luka-luka serta sejumlah gedung rusak terbakar. Sekelompok massa melakukan defile sambil merusak sejumlah gedung dan akhirnya bentrok dengan aparat yang kemudian menembaki mereka. Setidaknya 9 orang tewas terbakar dalam kerusuhan tersebut dan 24 orang tewas oleh tindakan aparat. Pada tahun 1985, sejumlah orang yang terlibat dalam defile tersebut diadili dengan tuduhan melakukan tindakan subversive, lalu pada tahun 2004 sejumlah aparat militer diadili dengan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia pada peristiwa tersebut.
Peristiwa ini berlangsung dengan latar belakang dorongan pemerintah Orde Baru waktu itu agar semua organisasi masyarakat menggunakan azas tunggal Pancasila . Penyebab dari peristiwa ini adalah tindakan perampasan brosur yang mengkritik pemerintah di salah satu mesjid di kawasan Tanjung Priok dan penyerangan oleh massa kepada aparat.
Kronologi peristiwa Tanjung Priok 1984
Pada pertengahan tahun 1984, Beredar isu tentang RUU organisasi sosial yang mengharuskan penerimaan azas tunggal. Hal ini menimbulkan implikasi yang luas. Diantara pengunjung masjid di daerah ini, terdapat seorang mubaligh yang terkenal, Menyampaikan ceramah pada jama'ahnya dengan menjadikan isu ini sebagi topik pembicarannya, sebab Rancangan Undang-Undang tsb sudah lama menjadi masalah yang kontroversi.
Kejadian berdarah Tanjung Priok dipicu oleh tindakan provokatif tentara. Pada tanggal 7 september 1984, seorang Babinsa beragama katholik sersan satu Harmanu datang ke musholla kecil yang bernama "Musholla As-sa'adah" dan memerintahkan untuk mencabut pamflet yang berisi tulisan problema yang dihadapi kaum muslimin, yang disertai pengumuman tentang kegiatan pengajian yang akan datang. Tak heran jika kemudian orang-orang yang disitu marah melihat tingkah laku Babinsa itu. pada hari berikutnya Babinsa itu datang lagi beserta rekannya, untuk mengecek apakah perintahnya sudah dijalankan apa belum. Setelah kedatangan kedua itulah muncul isu yang menyatakan, kalau militer telah menghina kehormatan tempat suci karena masuk mushola tanpa menyopot sepatu, dan menyirami pamflet-pamflet di musholla dengan air comberan.
Pada tanggal 10 september 1984, Syarifuddin rambe dan Sofyan Sulaiman dua orang takmir masjid "Baitul Makmur" yang berdekatan dengan Musholla As-sa'adah, Berusaha menenangkan suasana dengan mengajak ke dua tentara itu masuk ke adalam sekretarit takmir mesjid untuk membicarakan masalah yang sedang hangat. Ketika mereka sedang berbiacara di depan kantor, massa diluar sudah terkumpul. Kedua pengurus takmir masjid itu menyarankan kepada kedua tentara tadi supaya persoalaan disudahi dan dianggap selesai saja. Tapi mereka menolak saran tersebut. Massa diluar sudah mulai kehilangan kesabarannya. Tiba-tiba saja salah satu dari kerumunan massa menarik salah satu sepeda motor milik prajurit yang ternyata seorang marinir dan membakarnya. Saat itu juga Syarifuddin Rambe dan Sofyan Sulaiman beserta dua orang lainnya ditangkap aparat keamanan. Turut ditangkap juga Ahmad Sahi, Pengurus Musholla As-sa'adah dan satu orang lagi yang saat itu berada di tempat kejadian, selanjutnya Mohammad Nur yang membakar motor ditangkap juga. Akibat penahanan empat orang tadi kemarahan massa menjadi tak terbendung lagi, yang kemudian memunculkan tuntutan pembebasan ke empat orang yang ditangkap tadi.
Pada tanggal 11 September 1984, Massa yang masih memendam kemarahannya itu datang ke salah satu tokoh didaerah itu yang bernama Amir Biki, karena tokoh ini dikenal dekat dengan para perwira di Jakarta. Maksudnya agar ia mau turun tangan membantu membebaskan para tahanan. Sudah sering kali Amir biki menyelesaikan persoalan yang timbul dengan pihak militer. Tapi kali ini usahanya tidak berhasil.
Pada tanggal 12 September 1984, beberapa orang mubaligh menyampaikan ceramahnya di tempat terbuka, mengulas berbagai persoalan politik dan sosial, diantaranya adalah kasus yang baru terjadi ini. Dihadapan massa, Amir biki berbicara dengan keras, yang isinya mengultimatum agar membebaskan para tahanan paling lambat pukul 23.00 Wib malam itu juga. Bila tidak, mereka akan mengerahkan massa untuk melakukan demonstrasi.
Saat ceramah usai, berkumpulah sekitar 1500 orang demonstran yang bergerak menuju kantor Polsek dan Kormil setempat. sebelum massa tiba di tempat yang dituju, tiba-tiba mereka telah terkepung dari dua arah oleh pasukan yang bersenjata berat. Massa demonstran berhadapan langsung dengan pasukan tentara yang siap tempur. Pada saat pasukan mulai memblokir jalan protokol, mendadak para demonstran sudah dikepung dari segala penjuru. Saat itu massa tidaklah beringas, sebagian besar mereka hanya duduk-duduk sambil mengumandankan takbir. Lalu tiba-tiba terdengar aba-aba mundur dari komandan tentara, tanpa peringatan lebih dahulu terdengarlah suara tembakan, lalu diikuti oleh pasukan yang langsung mengarahkan moncong senjatanya ke arah demonstran. Dari segala penjuru terdengan dentuman suara senjata, tiba-tiba ratusan orang demonstran tersungkur berlumuran darah. Disaat para demonstran yang terluka berusaha bangkit untuk menyelamatkan diri, pada saat yang sama juga mereka diberondong senjata lagi. Tak lama berselang datang konvoi truk militer dari arah pelabuhan menerjang dan menelindas demostran yang sedang bertiarap di jalan, Dari atas truk tentara dengan membabi buta menembaki para demonstran. Dalam sekejap jalanan dipenuhi oleh jasad-jasad manusia yang telah mati bersimbah darah. Sedang beberapa korban yang terluka tidak begitu parah berusaha lari menyelamatkan diri berlindung ke tempat-tempat disekitar kejadian.
Sembari para tentara mengusung korban-korban yang mati dan terluka ke dalam truk militer, masih saja terdengar suara tembakan tanpa henti. Semua korban dibawa ke rumah sakit tentara di Jakarta, sementara rumah sakit-rumah sakit yang lain dilarang keras menerima korban penembakan Tanjung Priok. Setelah para korban diangkut, datanglah mobil pemadam kebakaran untuk membersihkan jalanan dari genangan darah para korban penembakan.
Pemerintah menyembunyikan fakta jumlah korban dalam tragedi berdarah itu. Lewat panglima ABRI saat itu LB. Murdhani menyatakan bahwa jumlah yang tewas sebanyak 18 orang dan yang luka-luka 53 orang. Tapi data dari Sontak (SOlidaritas Untuk peristiwa Tanjung Priok) jumlah korban yang tewas mencapai 400 orang. Belum lagi penderitaan korban yang ditangkap militer mengalami berbagai macam penyiksaan. Dan Amir Biki sendiri adalah salah satu korban yang tewas diberondong peluru tentara.
Yah begitulah kronologi catatan kelam Indonesia di Orde Baru namun begitu penyebab kerusuhan tersebut masih belum jelas ada yang mengatakan bahwa sebenarnya peristiwa Tanjung Priok sudah direkayasa oleh intel-intel yang memang sengaja unutuk memojokkan Islam, tetapi lebih jelasnya Allah-lah yang lebih tahu waallahu alam.
Pemerintah menyembunyikan fakta jumlah korban dalam tragedi berdarah itu. Lewat panglima ABRI saat itu LB. Murdhani menyatakan bahwa jumlah yang tewas sebanyak 18 orang dan yang luka-luka 53 orang. Tapi data dari Sontak (SOlidaritas Untuk peristiwa Tanjung Priok) jumlah korban yang tewas mencapai 400 orang. Belum lagi penderitaan korban yang ditangkap militer mengalami berbagai macam penyiksaan. Dan Amir Biki sendiri adalah salah satu korban yang tewas diberondong peluru tentara.
Yah begitulah kronologi catatan kelam Indonesia di Orde Baru namun begitu penyebab kerusuhan tersebut masih belum jelas ada yang mengatakan bahwa sebenarnya peristiwa Tanjung Priok sudah direkayasa oleh intel-intel yang memang sengaja unutuk memojokkan Islam, tetapi lebih jelasnya Allah-lah yang lebih tahu waallahu alam.
source:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar